Selamat malam. Malam ini ada suatu hal yang sangat mengganggu saya. Bermula dari candaan yg buat saya bukan sebuah candaan. Mungkin hal ini akan menjadi sangat sensitif. Tidak ada maksud lain untuk menyindir atau menyakiti berbagai pihak. Hal ini murni dari pemikiran saya yang baru saja terjun ke dunia yang sebenarnya. Seorang jobseeker yang tak layak karna bahkan belum ‘seek for job’ wkwkwkwk.
Sebelum memulai ada baiknya anda menyediakan kopi atau teh atau minuman dingin yang bisa menghibur anda dikala anda harus geleng-geleng dalam menyelami pemahaman otak saya. Karena hal ini akan menjadi pembicaraan yang sangat panjang. Jangan tahan pipis karna mungkin nanti anda akan pusing. Tapi saya harap jika anda sudah mulai membaca jangan baca hanya setengah atau ada kalimat yang sengaja diabaikan entah karna jengah, jenuh, bosan, malas, gak paham atau lainnya.
Mari kita mulai.
“ bidan kan sekarang sedang dipandang ...” katanya sambil menutup sebelah matanya dengan tangannya dan terkekeh.
Sejenak saya berpikir dan mencoba mencerna apa yang dimaksud beliau. Ketika saya paham ada sedikit rasa sakit hati, karna saya merasa direndahkan. Terlebih lagi hal tersebut diucapkan oleh ‘beliau’ yang sangat dekat dengan saya. Saya pribadi tidak menanggapi ucapan tersebut, hanya saya anggap angin lalu. Karna saya tahu bukan kapasitas saya untuk berdebat hal tersebut atau dalam kata lain tidak bergitu percaya diri untuk berdebat dengan ‘beliau’. Lalu kenapa saya menulis artikel ini, hanya karena saya ingin berdiskusi apakah memang iya hal tersebut benar. Saya juga tak menyalahkannya, karena saya tau pada kenyataannya ‘beliau’ hanyalah salah satu dari banyak orang yang beranggapan seperti itu. Dan juga salah satu dari banyak orang yang tidak tau bagaimana sulitnya kehidupan kami saat menjadi mahasiswa kebidanan dan bahkan saat bagaimana kami menyandang profesi sebagai seorang bidan. Tetapi saya juga tak akan menceritakan kesulitan tersebut dan apa saja yang sudah kami lalui untuk menjadi seorang bidan sehingga harus dikasihani. Tidak.
Menurut saya pribadi tidak ada sebuah profesi yang bisa dianggap sebelah mata. Banyak hal yang bisa menjadi tolak ukur mengapa orang lain bisa beranggapan sebuah profesi bisa dipandang sebelah mata. Yang paling terlihat dan menonjol adalah gaji. Selain gaji yaitu bagaimana penampilan saat bekerja. Pakaian bagus, kantor yang dingin yah pokoknya penampilan so ppl can say wow like that.
Setiap profesi punya kesulitan dalam menggapainya. Setiap profesi punya keterbatasan. Setiap profesi punya baik dan kurangnya. Tidak ada suatu profesi yang bisa memberikan kesempurnaan. Tapi setiap profesi bisa memberikan kecukupan.
Ketika seseorang berorientasi dengan uang atau yang namanya prestige. Akan lebih mudah menengadahkan kepala mereka tinggi-tinggi dan bisa mengatakan hal tersebut dengan sangat mudah. Karena mereka di atas angin. Dan saya tidak menjamin apakah mereka punya batasan untuk diri mereka dalam mencapai kepuasan soal ‘uang’ dan ‘prestige’. Orang-orang yang dalam lingkaran ini adalah orang-orang yang mudah tersakiti. Kenapa saya katakan begini. Karena mereka sesungguhnya tidak menikmati apa yang mereka kerjakan. Tak ada suatu kepuasan yang bisa dirasakan ketika uang yang menjadi titik utama. Terlebih uang tersebut hanya untuk kepuasan sendiri sebagai bentuk kebanggaan dan agar dianggap oleh orang lain. Mungkin anda memiliki banyak hal pemikiran lain soal ini. Mungkin ada berpikir ya harus soal uang dong kalo kebutuhan dasar saja tidak terpenuhi karena pekerjaan tersebut kenapa saya mau mengerjakan tersebut. Ya balik lagi ke pribadi-pribadi masing-masing mungkin ada yang beranggapan setuju ada yang beranggapan tidak setuju karena pernyataan saya tidak valid dan cenderung mengada-ada serta tidak realistis. Once again it is just only my opinion.
Kemudian penampilan yang rapi wangi yaa dan lain-lainnya deh. Saya rasa pasti paham dengan apa yang saya maksud. Coba deh. Berapa lama kalian menghabiskan waktu untuk berias dan harus bangun pagi. Berapa kali kalian harus touch up dan berkaca untuk penampilan yang always on. Berapa banyak deretan baju yang kalian punya agar selalu tampil kekinian. Berapa banyak parfum yang harus habis karena harus selalu wangi dengan jarak 5 km. Berapa kerasnya kalian berjibaku dengan macetnya jalan. Berapa giatnya kalian yang harus mencapai banyak deadline. Dan banyak berapa lainnya. Silahkan berpikir sendiri karena otak saya sendiri mulai panas. Pokoknya masih banyak konteks deh.
Setelah dilihat dan dipikirkan benarkan kata saya setiap profesi punya kesulitannya. Jadi bagaimana rasanya ketika anda telah melalui kesulitan tersebut kemudian dianggap sebelah mata. Tidak sakit? Biasa aja? Jangan munafiklah. Pasti ada perasaan dimana kita ingin dihargai bukan justru direndahkan. Dan terkadang saya memaklumi oknum-oknum tersebut karena mereka tidak tahu apa yang saya alami dan saya juga tidak tahu apa yang dipunya oleh mereka.
Bidan gajinya kecil. Saya rasa bisa dibilang iya. Dibandingkan lulusan lain yg derajatnya sama-sama fresh graduated bisa mempunyai gaji yang lebih dari bidan. Bidan sekolah mahal tapi gaji kecil dan penampilan juga gak ada wah-wahnya. Saya tidak merendah diri tapi memang itu kenyataannya. banyak mahasiswa kebidanan yan telah lulus beralih ke profesi lain. Banyak. Bisa jadi saya mungkin menjadi salah satunya atau bahkan tidak. Karna saya masih gamang.
Saya sendiri sangat kagum dengan orang-orang yang terjun dengan sangat tulus di profesi mereka masing-masing terlebih lagi dunia kesehatan dan lebih lagi seorang bidan. Alasannya kenapa? Karna saya mahasiswa kebidanan. Tapi tahukan ada angka kematian ibu dan angka kematian bayi menjadi indikator dalam mencermikan derajat kesehatan disuatu masyarakat. Dan tanggung jawab itu diemban oleh bidan yang hanya seorang wanita.
Saya salut dengan para bidan yang telah benar-benar memfokuskan diri mereka untuk mengabdi dalam masyrakat.
Bayangkan saja harus rela membuang waktu makan dan tidur yang merupakan kebutuhan wajib seorang manusia. Yang harus berjibaku dengan rasa sakit seorang wanita yang bahkan ada beberapa bidan yang belum tau seperti apa dan dituntut harus paham dan turut merasakan. Harus selalu peka terhadap hal-hal yang terjadi sehingga ada keadaan darurat yang tidak diinginkan dapat langsung tertangani. Ketika terjadi kematian ibu dan bayi didaerahnya wahhh hufttt lah pokoknya. Harus bersedia berjaga 24 jam dimana anda saja bekerja tidak sampai 24 jam. Libur? Hahahaha. Belum lagi kalo bidan tersebut yang adalah seorang ibu juga. Kebanyakan untuk memenuhi kebutuhan mereka tidak hanya bekerja di BPM nya saja tapi rangkap bisa puskesmas bisa rumah sakit. Kemudian tuntutan harus merawat suami, anak dan rumah. Sementara mereka juga harus berfokus pada pasien mereka juga. Bidan adalah seorang wanita. Kebayang gak hebatnya. Atau saya hanya melebih-lebihkan saja. Lebih salut lagi yang mau dipedalaman sana. Ya terus ya kok mau gitu?
Dulu saya tidak paham. Saya sendiri sempat menyesali apalagi selama masa pendidikan saya. Pertama kali saya menolong persalinan, saya mau nangis. Gini toh mama saya melahirkan saya. Sulit ya. Kemudian yang kedua ketiga kalinya ahh capeknya jadi bidan ini. Gini amat.
Tetapi seiringnya waktu saya belajar bersabar dan menikmati tiap proses. Kamu tau orang lahiran itu gak ada yang tiba-tiba sakit terus brojol. Ada wktu. Dan itu cukup lama. Dan saya merasakan suatu hal yang tidak pernah saya rasakan. Saya jadi lebih peka terhadap sekeliling saya. Proses seorang calon ibu yang menangis kesakitan berpeluh keringat kemudian berganti dengan jadi kelegaan, kebahagian dari banyak orang yang gak hanya ibu dan bapaknya aja yang merasakan tapi banyak. Dan seorang bidan turut serta dalam momentum tersebut dari sebelum jadi sampai si bayi itu jadi ibu lagi begitu terus. Ada suatu kepuasan hati yang bahkan gak bisa diukur pakai uang. Kedengarannya munafik ya tapi itu nyatanya.
Bidan itu identik dengan sederhana. Ini yang saya lihat ya. Coba bayangkan kalo seorang bidan berfokus pada uang kemudian apa-apa harus uang, berapa banyak orang yang lahiran memilih pergi ke dukun. Dan berapa angka kematian ibu dan bayi yang bisa meningkat? Coba kalo seorang bidan berfokus pada penampilan bisa minder pasien-pasien mau datang, bisa dibilang mau godain suami orang #ihiyy. Bidan itu berpenampilan sederhana lebih tepatnya bersahaja sih ada aura lain pokoknya sehingga bisa menjangkau semua kalangan masyarakat agar tidak enggan dan dapat merasakan pelayanan kesehatan yang sama kualitasnya. Bidan itu ujung tombak loh. Karena bersentuhan langsung dengan masyarakat bahkan sampai wanitanya menopause pun masih jadi sangkut paut seorang bidan.
Terlihatnya saya seperti mengagung-agungkan bidan yaa. Atau tampak seperti orang yang munafik. Hahaha. Ya gimana sih suka gemes sama orang-orang yang berpikir kayak gitu.
Saya sendiri tidak menampik memang ada beberapa bidan yang tidak seperti itu tapi itu hanya saja oknum begitu juga dengan profesi lain. Ingat ketika kita terjun disuatu pekerjaan jangan pernah menjadikan prioritas utama adalah uang. Pikir sendiri aja deh kenapanya.
Saya sangat suka kesederhanaannya itu. Sederhana itu manis. Kita pasti lebih nyaman bertemu dan berbicara dengan orang yang sederhana dibandingkan orang yang mendongak, kan? Saya juga masih dalam proses untuk membentuk pribadi yang mau bersyukur, bersabar, dan tulus. Saya banyak cacat sehingga saya sendiri tidak akan pernah menutup sebelah mata saya dengan tangan saya untuk menjudge suatu profesi yang bahkan saya tidak alami dan rasakan.
Sekian, trimakasih dan maaf apabila ada kata yang tidak berkenan. Saya adalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan. :)
Comments
Post a Comment