Skip to main content

Biarkan Pelangi yang Menghapusnya


“ Melka, kamu dimana?” teriak seorang anak lelaki kecil dengan sangat keras untuk mengimbangi suara derasnya hujan yang turun saat itu. 

“Aku disini, kakak. Kejar aku dong masa diem aja,” jawab seorang anak perempuan. 

Seolah tidak mempedulikan derasnya hujan, ia berlari ke luar gerbang dan menyebrang jalan agar sang kakak sulit mengejarnya.

“Tapi hujan kita mainnya di rumah aja gak usah sampai di luar,” ucap kakaknya. 

Tetapi ucapan kakaknya tidak dipedulikan sama sekali, ia tetap berlari. Dengan terpaksa sang kakak mengikuti kemauan adiknya, ia pun mengejar adiknya. Tak mau kalah dengan adiknya yang telah berlari terlebih dahulu, ia pun langsung berusaha mengejar dengan sangat cepat tanpa mempedulikan kendaraan yang berlalu lalang di jalan itu. Hingga akhirnya terdengar suara desitan ban beradu dengan aspal.

”Kakak...” teriak sang adik sambil menangis dan berlari menuju ke tempat yang menjadi akhir dari hidup kakaknya. 

Aliran darah yang langsung disapu dengan derasnya air hujan saat itu membuat banyak orang berkerumun tuk melihat apa yang terjadi.

***
Sebelas tahun sudah berlalu sejak kejadian itu tetapi aku masih menyalahkan diriku atas kejadian itu. Seandainya aku menurut saja untuk bermain di rumah saja tidak membangkang, hal itu tidak akan terjadi. Kehilangan seorang kakak yang amat kusayangi dan lebih parahnya lagi hal itu karena aku bukan orang lain membuatku sangat terpukul. Ibuku tidak dapat menahan rasa keterkejutannya akan kematian kakakku membuat penyakit jantungnya menyerangnya dan merenggut nyawanya juga. Hal itu menambah masa kecilku yang kelam yang kuharapkan penuh dengan tawa canda bukan rasa sesal dan kesedihan yang berlarut-larut.
Tuhan, apakah mereka bahagia sekarang? Pasti mereka tidak akan merasakan sakit lagi kan? Apakah luka-lukanya saat itu sudah sembuh? Ucapku dalam hati. Air mata ini kapan berhenti? Kapan aku menemukan kebahagiaanku? Aku takut semua orang akan pergi meniggalkanku sendiri. Sangat takut. Itulah yang selalu muncul dipikiranku, hal itu tak dapat kuhentikan.

“Melka, ayo sarapan sama ayah,” panggil ayahku

“ Iya, ayah,” jawabku sambil menuruni tangga.

Melihat lelaki yang sudah tak tampak muda lagi serta raut wajah yang menyiratkan rasa kesepian serta kesedihan yang tak dapat disembunyikan dari raut wajahnya. Hm... Aku tidak ingin menjadi beban ayah, hanya ayah seorang yang kumiliki saat ini. Ah~ seandainya hal itu tak pernah terjadi pasti ayah tak akan terlihat seperti ini.

“Ayah, jam berapa semalem pulangnya? Kok aku gak denger suara mobil ayah,” tanyaku padanya.
“Ayah tidak ingat ayah pulang jam berapa tapi sepertinya itu sudah sangat larut malam makanya kamu tidur sangat pulas hingga tak mendengar suara mobil ayah yang keren itu.”

“hahahaha, ayah ini ada-ada saja. Mobil kodok seperti itu keren apalagi mobilku si-chunie,” balasku padanya.

Ayahku memang penggemar mobil-mobil antik dan salah satunya adalah mobil kodok hijau yang sama sekali tak kuketahui merk apa itu, keluaran tahun berapa dan lain lainnya. Sebagai orang awam seperti aku pasti akan menyebutnya mobil kodok.

“Iya-iya chunie memang keren tapi masih keren ayah dong.”

“ah.. ayah masa mau disamain sama chunie.

“Hm.. ayah selalu gak bisa menang kalau berdebat sama kamu. Ayo dimakan sarapannya sebentar lagi kamu kan  harus kuliah. Masa baru pertama kali masuk udah telat,” kata ayahku.

Aku pun memakan sarapanku dengan cepat agar tidak telat mengingat aku  bangun kesiangan serta aku yang sama sekali tidak mengikuti acara OSPEK dengan alih-alih aku sakit. Aku sangat tidak ingin mengikuti kegiatan itu jadi aku meminta surat keterangan sakit yang tentunya sangat mudah kudapatkan mengingat ayahku seorang dokter.

“Ayah, aku berangkat ya...” pamitku pada ayahku. 

Tidak biasanya ayah menyiapkan sarapan biasanya Bi Janet yang masak. Mungkin Bi Janet pulang kampung kali ya mengingat anaknya yang sedang sakit parah, tapi kapan dia pergi? Ya sudahlah dari pada kebanyakan mikir bisa-bisa telat nanti.

Selama perjalanan menuju tempat kuliahku di Universitas Sumatera Utara, universitas yang sangat kuinginkan semenjak aku duduk di bangku SMA bersama seorang sahabatku Fira. Kami kenal sejak SMA tak peduli sejak kapan kenalnya tapi aku sudah merasa dekatnya dan kami memiliki cita-cita yang sama yaitu seorang dokter makanya kami mengambil jurusan yang sama yaitu kedokteran.

“Melka, lo parah banget gak ikut OSPEK sedangkan gw harus bergelut sama cicak-cicak, kodok, kecoa dan masih banyak lagi hewan menjijikan dan yang paling utama lo sama sekali gak ikut OSPEK. Gw berjuang seorang diri disini dan elo bersantai ria. Miris banget hidup gw,” ocehnya panjang lebar.
Aku hanya membalas dengan senyuman saja dan menggandeng temanku itu untuk langsung menuju kelas. Seketika aku baru menyadari aku sama sekali tidak tahu kelas mana yang kutuju.

“Fira, kelas kita dimana?” tanyaku padanya.

‘Dihatiku..”candanya.

“Ih.. ni anak masih sempet-sempetnya bercanda aja. Serius nih, telat masuk dihari pertama kan gak lucu banget,” omelku padanya.

“Iya-iya, ikutin gw aja. Gw kan dah hapal ini daerah sampai pelosok-pelosoknya. Elo pengen tahu gak ada pangeran ganteng. Katanya sih dia anak kedokteran juga tapi semoga aja bener. Jadi kan bisa pantengin dia kalo lagi bosen denger dosen nyerocos,” katanya.

“Gw nanya kelas kita dimana bukan pangeran kodok lo itu,”
Bruk. “Auw...”jeritku.

“Elo gak apa-apakan?” tanya orang yang menabrakku. Belum sempat aku menjawab dan mendongakkan kepala tuk melihat wajahnya, dia langsung menghilang bagai kilat. Hiss.. dasar orang yang gak tahun sopan santun pikirku.

“Fir, tolongin gw dong...”pintaku.
“Heloouww, Fira elo masih hidup kan?”

“Ah.. iya Melka. Astaga elo jatoh ya? Sorry gw baru nyadar,” ucapnya. 

Astaga ada setan apa dipikiran anak ini yang gak liat gw terkapar disini. Akhirnya aku bangun dengan kekuatanku sendiri.

“ Udah ah.. yang ini kan kelasnya? ayo masuk,” ajakku dengan kesal karena diacuhkan begitu saja.

Aku sangat terkejut ketika Fira mencengkram tanganku dengan sangat erat. Aku menoleh padanya dan melihat wajahnya merona merah, kualihkan pandanganku sesuai dengan arah pandangnya. Ku melihat sosok laki-laki separuh baya. Dan... Astaga itu kan? Gak mungkin.. Gak mungkin aku ketemu orang itu tapi orang itu mirip banget, dan orang itu kenapa ada disini. Apa yang terjadi Tuhan? Aku tak kuat menahan air mata kesedihan yang sudah lama kupendam, aku teringat akan semua hal tentang orang itu. Jika aku memiliki ketegaran dan kekuatan pasti aku akan membunuh orang itu. Pasti. Tapi sayangnya itu tidak mungkin terjadi karena aku pengecut.

Aku pun berlari sekencang mungkin tidak peduli dengan teriakan Fira yang menggelegar memanggil-manggil namaku. Oh.. Tuhan bawa aku pergi dari sini, aku sama sekali tidak ingin melihatnya.

 *****************************BERSAMBUNG**************************************

Comments

Popular posts from this blog

from blue to purple

Seketika dari waktu ke waktu mulai belajar bagaimana menyembunyikan kekecewaan dan luka yang teramat dalam. Terbiasa dengan berpura-pura bahagia seolah semua baik. Dalam arti berpura-pura bodoh tak mengetahui apapun yang berakhir tersakiti sendiri. Sebenarnya itu adalah munafik sesungguhnya. Salahkah aku bila kecewa ketika hal kecil mulai terlupakan. Salahkah aku marah bila hal mudah terabaikan. Salahkah aku kesal bila ketika hal mudah berubah. Atau aku saja yang merasa segala sesuatu harus sempurna. Tampaknya semuanya aneh. Abstrak. Atau aku saja yang telah mempersulit ini?

Sebuah Profesi

Selamat malam.  Malam ini ada suatu hal yang sangat mengganggu saya. Bermula dari candaan yg buat saya bukan sebuah candaan. Mungkin hal ini akan menjadi sangat sensitif. Tidak ada maksud lain untuk menyindir atau menyakiti berbagai pihak. Hal ini murni dari pemikiran saya yang baru saja terjun ke dunia yang sebenarnya. Seorang jobseeker yang tak layak karna bahkan belum ‘seek for job’ wkwkwkwk. Sebelum memulai ada baiknya anda menyediakan kopi atau teh atau minuman dingin yang bisa menghibur anda dikala anda harus geleng-geleng dalam menyelami pemahaman otak saya. Karena hal ini akan menjadi pembicaraan yang sangat panjang. Jangan tahan pipis karna mungkin nanti anda akan pusing. Tapi saya harap jika anda sudah mulai membaca jangan baca hanya setengah atau ada kalimat yang sengaja diabaikan entah karna jengah, jenuh, bosan, malas, gak paham atau lainnya. Mari kita mulai. “ bidan kan sekarang sedang dipandang ...” katanya sambil menutup sebelah matanya dengan tangannya dan t...

Lagi waras

kali ini gue mau cerita soal enggg oke something yg cukup gue sesalkan. Karna pas saat itu gue memilih suatu hal dengan keegoisan gue tanpa ngeliat apa ya smacam realita yg ada. Mungkin disitu gue ngerasa agak sombong karna mnganggap bhwa gue pantas ngedapetin itu. Gue menutup telinga dr pndapat org2 diskitar gue. Lo tau apa yg trjadi??? I didnt get it. Agak kzl gk sih. Yg harusnya lo bisa lbh mndapatkan yg layak tpi krna lo egois dan angkuh bin sombong ' I didnt get better'. Jadi saran aja sih. Jgn prnh egois dlm hal apapun itu. Hidup bkn soal apa yg lo pengenin itu yg lo dapetin. Got it??